Pada dasarnya, faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu
faktor dari dalam (interen) dan faktor dari luar (eksteren).
Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari pribadi siswa faktor ini antara lain
sebagai berikut:
1.
Jasmani (Fisiologis)
Kondisi umum
jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendinya. Kondisi organ tubuh yang lemah, apa lagi
disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta
(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinyapun kurang atau tidak berbekas. [1]
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat, cacat tubuh, perkembangan yang tidak
sempurna. juga sangat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang
disajikan dikelas. Dalam prespektif islam makanan yang harus di konsumsi adalah
makanan yang baik dan halal, apabila siswa terbiasa mengkonsumsi makanan yang
tidak baik akan mengalir darah yang tidak baik pula akibatnya menghasilkan cara
berfikir yang kurang baik dan sulit konsentrasi.
Untuk mempertahankan tonus jasmani dan organ-organ khusus siswa agar
tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi. Sebagai seorang pendidik yang profesional bekerjasama dengan pihak
sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin dari dinas kesehatan
setempat.
2. Kecerdasan (intelegensi)
Dalam buku Strategi Belajar
Mengajar karangan Hamdani, Menurut Kartono kecerdasan merupakan salah satu aspek yang
penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang.[2]
Slameto mengatakan dalam bukunya Hamdani
bahwa tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang
mempunyai tingkat inteligensi yang rendah.[3]
Dari pendapat diatas, jelaslah
bahwa inteligensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang
sangat penting bagi anak dalam usaha belajar. Inteligensi pada umumnya dapat
diartikan sebagai kemampuan fisio-fisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan menggunakan cara yang tepat. Dengan
demikian, inteligensi bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa
peran otak lebih menonjol dari pada organ-organ tubuh lainnya.
Tingkat inteligensi sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi seorang siswa, semakin
tinggi pula peluang untuk meraih prestasi yang tinggi. jadi, inteligensi
sebenarnya bukan hanya persoalan kemampuan otak, melainkan juga kualitas
organ-organ tubuh lainya. [4]
3. Sikap
Sikap, yaitu suatu kecenderungan untuk
mereaksi terhadap suatu hal, orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau
acuh tak acuh. Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan,
kebiasaan dan keyakinan.[5]
Sikap adalah gejala internal
yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response
tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan
sebagainya baik secara positif maupun secara negatif. Sikap (attitude) siswa
yang positif, terutama kepada anda dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan
pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap
negatif siswa terhadap anda dan mata pelajaran anda dan dapat menimbulkan
kesulitan belajar siswa tersebut. Guru dituntut untuk terlebih dahulu
menunjukan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajaran
yang menjadi vaknya.[6]
4. Bakat
Ngalim Purwanto berpendapat bahwa bakat
dalam hal ini, lebih dekat pengertiannya dengan kata attitude, yang
berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.[7]
Adapun
kartono menyatakan bahwa bakat adalah
potensi atau kemampuan kalau diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui
belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.[8]
Jadi
secara global bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak
yang berinteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very
superior) disebut juga sebagai Talented child, yakni anak berbakat.[9]
Bakat
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu, bahwa
tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang
dimilikinya. Secara umum bakat merupakan kemampuan potensi yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang
5.
Minat
Menurut Winkel, dalam bukunya Hamdani
mengatakan minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa
tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam
bidang itu.[10]
Slamet juga mengemukakan bahwa
minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai
dengan rasa sayang.[11]
Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah bahwa minat memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar atau
kegiatan. Pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seseorang
siswi di dalam menerima pelajaran di sekolah, siswi diharapkan siswi dapat
mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri[12]
Jadi bakat adalah
kemampuan yang dimiliki oleh siswa sejak lahir diperoleh melalui proses genetik
yang akan terrealisasi menjadi keahlian sesudah belajar.
6.
Motivasi
Nasution mengatakan bahwa motivasi
adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Adapun Sardiman
mengatakan bahwa motivasi adalah
menggerakan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.[13]
Pendapat tersebut telah dikutip oleh Hamdani dalam bunya setrategi belajar
mengajar.
Kuat lemahnya motivasi belajar turut memengaruhi keberhasilan belajar. Oleh karena itu motivasi
belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri dengan cara
memikikan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai
cita-cita.
Motivasi
dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang
mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi
dalam belajar adalah bagaimana mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan.
Demikian pula, dalam kegiatan belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil
jika mempunyai motivasi untuk belajar.
Dalam
perkembangannya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu a). Motivasi
Intrinsik yaitu motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas
dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan suatu pekerjaan belajar. b). Motivasi Ekstrinsik yaitu
motivasi yang datang dariluar diri siswa, yang menyebabkan siswa tersebut
melakukan kegiatan belajar. pujian, hadiah, tata tertib sekolah atau peraturan,
guru, suri tauladan orang tua dan seterusnya.[14]
Motifasi
berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi setiap usaha
serta kegiatan dan perbuatan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.motivasi merupakan daya penggerak atau pendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan sehingga semakin besar motivasinya
akan semakin besar kesuksesan belajarnya.
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu
lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Yang termasuk dalam lingkungan
sosial adalah guru, kepala sekolah, staf administrasi, teman-teman sekelas,
rumah tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, dan lain-lain, adapun yang
termasuk dalam lingkungan non sosial adalah gedung sekolh, tempat tinggal dan
waktu belajar.[15]
Menurut Slameto, faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah, keadaan
lingkungan masyarakat. Penjelasan tersebut telah dikutip oleh Hamdani dalam
bukunya Strategi Belajar Mengajar.
1). Keadaan Keluarga
Hasbullah
mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama karena
dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan,
sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai
peletak dasar bagi pendidikan ahlak dan pandangan hidup keagamaan.[16]
Oleh karena itu, orang tua hendaknya menyadari bahwa
pendidikan dimulai dari keluarga. Adapun sekolah merupakan pendidikan lanjutan.
Peralihan pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerja sama
yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan
hasil belajar anak. Perhatian orang tua dapat memberikan motivasi sehingga anak
dapat belajar dengan tekun.
Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bahwa dapat
dikatakan tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah sebagai berikut:
a). Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga. b).
mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. c). Mewujudkan sunnah
Rasulullah dengan melahirkan anak-anak yang soleh. d). Memenuhi kebutuhan cinta
kasih sayang anak-anak. e). Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan
penyimpangan-penyimpangan.[17]
2). Keadaan Sekolah
Menurut Kartono, guru dituntut untuk menguasai bahan
pelajaran yang akan diajarkan dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam
mengajar. Oleh sebab itu, guru harus menguasai bahan pelajaran yang disajikan
dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.[18]
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama
yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena
itu, lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar lebih
giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru
dengan siswa, alat-alat pelajaran, dan kurikulum. Hubungan antara guru dan
siswa yang kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.
Adapun manfaat sekolah terbagi menjadi berikut: a).
Fungsi penyederhanaan dan penyimpulan. b). fungsi penyucian dan pembersihan.
c). Memperluas wawasan dan pengalaman anak didik melalui tranfer tradisi. d).
Fungsi mewujudkan keterikatan, integrasi, homogenitas dan keharmonisan antar
siswa. e). penyempurnaan tugas keluarga dalam pendidikan. f). Fungsi penataan
dan validasi sarana pendidikan [19]
3). Lingkungan Masyarakat
Kartono berpendapat bahwa lingkungan masyarakat dapat
menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila
anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, anak akan
terangsang untuk mengikuti jejak mereka.[20]
Disamping orang tua, lingkungan juga merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak
karena dalam pergaulan sehari-hari, seorang anak akan selalu menyesuaikan
dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila
seorang siswa bertempat tinggal disuatu lingkungan temanya yang rajin belajar,
maka akan berpengaruh besar terhadap dirinya. Begitu sebliknya jika lingkungan
sekitarnya terdapat anak-anak yang nakal, tidak menunjukan seorang siswa
teladan, rajin. Tanpa disadari akan membawa dampak yang buruk untuk dirinya
sendiri.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan
anak-anak terdiri dari beberapa cara yang dipandang metode pendidikan
masyarakat yang utama yaitu: a). Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh
kebaikan dan palarang kemungkaran. b). menganggap semua anak-anak sebagai
anaknya sendiri. c). Menjadikan masyarakat sebagai sarana pembina seseorang.
d). Masyarakat dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan.
e). pendidikan masyarakat dapat dilakukan dengan kerjasama yang utuh. f).
Pendidikan kemasyarakatan bertumpuh pada landasan afeksi masyarakat, khususnya
rasa saling mencintai.[21]
[2] Hamdani, Strategi
Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia), 139
[3] Ibid
[4] Ibid
[6] Muhibbin Syah,op,
cit,150-151
[7] Ibid.141
[8] Ibid.
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada), 151
[10] Hamdani, op,
cit, 141
[11] Ibid ,
[12] Ibid , 141
[13] Hamdani, op,
cit, 142
[14] Ibid. 142
[15] Muhibbin syah,
opt, cit, 143
[16] Hamdani, Strategi
Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia), 143
[17] Abdurrahman An
Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Lingkungan, (Jakarta:
Gema islami), 139-144
[18] Hamdani, Strategi
Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia), 145
[19] Abdurrahman An
Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Lingkungan, (Jakarta:
Gema islami), 152-161
[20] Hamdani, Strategi
Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia), 144
[21] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam
di Rumah Sekolah dan Lingkungan, Jakarta, Gema islami, cet.2, 176-181
0 komentar: