Pengaruh
Kegiatan Tahfidzul Al-Qur’an terhadap prestasi belajar
Prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan
kegiatan belajarnya yang dituangkan dalam raport yang meliputi kegiatan
akademik maupun non akademik
Sehubungan dengan
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar yang mampu berkompetisi dalam
imtak dan iptek maka perlu diadakan kegiatan-kegiatan yang mendukung terhadap
mutu pendidikan dan prestasi belajar.
Pendidikan merupakan
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Terutama untuk kegiatan Tahfidzul Al-Qur’an
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam meningkatkan
kepribadian dan membangun manusia seutuhnya yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Kegiatan Tahfidzul Al-Qur’an
tidak hanya dilihat dan dinilai setoran hafalannya saja, tetapi juga perubahan
perilaku, pola pikir, kepribadian seorang siswa, karena seseorang dikatakan
berhasil tidak hanya menguasai materi tetapi yang lebih utama adalah implementasinya.
Suatu proses yang
diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan
untuk mengarahkan peserta didik kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan
tujuan yang ingin dicapai adalah meretas seorang hafidz plus ilmuwan dan utuh
sebagai individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri
kepda-Nya.
Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf, dan
masing-masing sel saraf itu mempunyai ribuan sambungan. Otak manusia terdiri
dari belahan otak kiri dan otak kanan. Kedua bagian otak tersebut mempunyai
fungsi yang berbeda. Fungsi utama belahan otak kiri adalah untuk menangkap
persepsi kognitif, menghafal, berfikir linier, dan teratur. Sedangkan belahan
otak kanan lebih terkait dengan persepsi holistik, imajinatif dan kreatif.
Oleh karena itu tantangan dan tanggung jawab yang
dihadapi oleh penghafal Al-Qur’an memang sangat berat. Bahkan lebih berat dari
pada orang yang tidak menghafal Al-Qur’an. bayangkan saja selain kegiatan
menghafal dan memelihara hafalan, seorang hafiz (penghafal Al-Qur’an) juga
dituntut untuk menjalani kegiatan yang lain seperti belajar bagi siswa atau
mencari nafkah bagi pekerja atau pengusaha.
Terlebih lagi jam pelajaran di Madrasah dan pelajaran
di pondok pesantren banyak menyedot waktu, sedangkan menghafal hanya
memanfaatkan sisa waktu.
Ada suatu anggapan bahwa seseorang yang menghafal al-quran tidak lagi mampu
menyerap pelajaran yang lainnya, karena otaknya telah dijelajahi oleh muatan
hafalan al-quran, benarkah demikian? Perlu ditegaskan bahwa gudang memori tidak
penuh dengan informasi yang dimasukkan kedalamnya walaupun disimpan
berulang-ulang, karena otak diakui oleh para akar berkemampuan nyaris tanpa
batas. Menurut Toni Buzan, kapasitas memori otak adalah 10800 (angka 10 dengan 0 sebanyak 800
dibelakangnya) sedangkan jumlah atom dialam semesta adalah sekitar 10100
( angka 10 dengan 0 sebanyak 100 dibelakangnya). Bila memori ini digunakan
untuk menghafal seluruh atom di dalam alam semesta, maka kapasitas memori masih
tersisa banyak sekali.[1]
Persoalannya adalah bila kita memiliki kapasitas memori yang demikian besar,
mengapa kita begitu sering lupa? Atau kadang-kadang ingin menghafal sesuatu
namun terasa begitu sulit?.
Dalam hal ini harus dibedakan antara istilah tahfidz (
menghafal) dan takrir (daya ingat). Mengahafal adalah proses menyimpan data ke
memori otak. Sedangkan daya ingat adalah kemampuan mengingat kembali data-data
yang telah tersimpan dalam memori bila diperlukan.
Sebagian besar orang memiliki persoalan pada daya
ingat, bukan menghafal. Kecerdasan otak dalam menghafal ditandai dengan menjaga
kualitas ingatan yang disimpan di daerah-daerah otak. Oleh karena itu bahwa
yang paling siap untuk melakukan kajian-kajian keilmuan baik akademik maupun
non akademik, khususnya ke-Al-Qur’an adalah siswa hafiz. Disamping itu, hafalan
Al-Qur’an akan memberikan energi positif dalam konteks pengamalan ilmunya.
0 komentar: