METODE STUDI KASUS


METODE STUDI KASUS

Metode penelitian adalah rancangan atau metode yang digunakan peneliti sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab  suatu pertanyaan penelitian.Selain itu metode penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan.Rancangan sangat erat dengan kerangka konsep sebagai petunjuk perencanaan pelaksanan suatu penelitian (Nursalam. 2014).Pada penelitian ini peneliti menggunakan Metode Studi Kasus dalam tahapan penelitian yaitu pelaksanan asuhan kebidanan dilaksanakan secara berkesinambungan (COC) sesuai  dokumentasi pelaksananan asuhan kebidanan dengan komprehensif, mendeteksi dini komplikasi hingga menanngani komplikasi sesuai dengan standar  yang telah ditetapkan.







Desain penelitian atau pendekatan studi kasus ini dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal yaitu terdiri dari satu orang saja sebagai responden untuk diteliti secara komprehensif.Unit tunggal adalah 1 hamil yang dilakukan asuhan kebidanan berkesinambungan mulai hamil, bersalin dan BBL, nifas, neonatus serta KB. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri dalam palam studi kasus ini terfokus pada asuhan kebidanan, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian-kejadian khusus yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan  dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Meskipun didalam studi kasus iniyang diteliti hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam, meliputi berbagai aspek yang cukup luas, serta penggunaan berbagai teknik secara intergratif(Notoatmodjo, S. 2014).
Tempat Pelaksanaan Studi Kasus dengan menggunakan Asuhan kebidanan COC (continuity of care) dilaksanakan di RB NY.I di Desa Sambong Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.
Sedangkan waktu pelaksaan Asuhan kebidanan COC (continuity of care) yang diperlukan untuk penyelesaian asuhan kebidanan ini adalah 3 bulan.
Obyek penelitian studi kasus ini adalah ibu hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu yang mengalami serangkaian peristiwa kehamilan,persalianan,nifas,bayi baru lahir dan KB. Informasi ini di dapatkan dari ibu hamil,bidan merawat dan keluarga pasien sepihak,hasil bisa di lakukan dengan cara pemeriksaananamnesa, obyek penelitian dilakukan dengan memperhatikan COC (Continuity Of Care).
Pengumpulan data ini diperoleh dari hasil pengkajian yaitu data subyektif (S), data obyektif (O), observasi dan dokumentasi.Data subyektif   diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan (allo anamnesis).Hasil dari wawancara tersebut berisi tentang biodata, keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya yang berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien.Data obyektif diperoleh dari hasil pemeriksaan yang meliputi, pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang.
Pengumpulan data pada ibu dimulai dilakukan asuhan kebidanan ber kesinambungan mulai hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan KB, pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan kunjungan pada ibu hamil yang dilakukan mulai usia kehamilan 28minggu dengan kunjungan ANC, bersalin, kunjungan INC, PNC, kunjungan neonatus dan KB. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengkajian, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan implementasi, evaluasi, pencatatan asuhan kebidanan.
3.5.1        Wawancara (Interview)
Wawancara (interview) merupakan pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab (dialog) langsung antara pewawancara dengan responden. Oleh karena kegiatan dilakukan secara bertahap langsung, maka faktor internal pewawancara sangat berpengaruh sehingga pewawancara perlu latihan.Untuk memudahkan jalannya wawancara perlu adanya pedoman wawancara, sehingga pewawan cara dapat berpikir cepat, sistematis, holistik dan mengurangi rasa cemas (grogi).Fungsi lain dari pedoman wawacara adalah agar tidak ada pokok-pokok yang tertinggal dan pencatatannya lebih cepat.


Pada jenis pemeriksaan dapat dilakukan, seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan lain-lain.Pemeriksaan ini memegang peranan yang penting dalam pengumpulan data.Kelainan klinis dapat dikumpulkan dari hasil pemeriksaan fisik.Metode yang digunakan dalam pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (Saryono, 2013).
3.5.3        Dokumentasi
Data-data dokumentasi akan memberikan gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis (Hidayat, 2013).

3.6    Etika Penelitian(Informed Consent, Anonimity, Dan Confidentitiality)
Menurut Hidayat (2010), dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek penelitian adalah manusia maka peneliti harus memahami hak dasarmanusia dan kebebasan yang dimiliki manusia, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia.
3.6.1        Informed Consent (persetujuan menjadi responden)
Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden, tujuan pemberiannya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan pengetahuan dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam Informed consent tersebut antara lain: partisispasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhakan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
Anonimitymenjelaskan bentuk penulisan khuestionaere dengan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode pada lembar penulisan data.
Confidentitiality kerahasiaan menjelaskan masalah-masalah responden yang harus dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpuklan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.


Read more »

Kehamilan


Kehamilan                                               
       Menurut Depkes RI kunjungan ANC selama kehamilan minimal dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada TM I sebanyak 1 kali, TM II sebanyak 1 kali dan TM III sebanyak 2 kali.Pada kasus GIP0000, 34-35 Minggu Kesan jalan lahir normal, KU ibu baik Janin Tunggal/ Hidup/ Intrauterine/ Letak kepala.Ny “I” telah melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin sebanyak 6 kali, dengan rincian pada TM I sebanyak 3 kali, TM II sebanyak 4 kali, TM III sebanyak 3 kali. Peneliti mulai mendampingi dan memberikan asuhan kebidanan continuity of care pada saat Ny “I” hamil usia 34-35 minggu. Peneliti melakukan kunjungan pada TM III sebanyak 2 kali. Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Ibu melakukan kunjungan sesuai dengan teori karena hal ini disebabkan adanya dukungan dari suami dan keluarga.
1.    Pengkajian
Tahap pengkajian peneliti memperoleh data subjektif dan objektif. Data subjektif didapatkan dari hasil anamnesa setiap kali kunjungan rumah. Saat peneliti melakukan pengkajian terdapat beberapa keluhan, diantaranya pada saat kunjungan ibu mengatakan sering kencing. Berdasarkan teori pada akhir kehamilan keluhan sering kencing disebabkan oleh kepala janin yang turun ke dalam rongga panggul (Firman dkk, 2012). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Ibu sering kencing hal ini disebabkan adanya tekanan pada kandung kemih oleh uterus yang semakin membesar sehingga menyebabkan ibu sering kencing dan menjelaskan pada ibu bahwa perubahan ini fisiologis pada ibu hamil.
Pada saat pemeriksaan kehamilan peneliti melakukan pemeriksaan fisik tetapi tidak melakukan pemeriksaan genetalia. Pemeriksaan genetalia dilakukan untuk mengetahui kondisi genetalia, pada inspeksi Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh hormon estrogen sehingga tampak makin berwarna merah dan kebiru – biruan (tanda Chadwicks) ( Ida Ayu, 2012 ), tentukan keadaan perineum, adanya varises, kondilomata (merupakan prediksi adanya kelainan pada kesehatan reproduksi) dan fluor albus (peningkatan pH pada daerah vagina). Dari kasus tersebut, telah terjadi kesenjangan antara teori dan kasus yang kemungkinan disebabkan karena adanya ketidaknyamanan dari pihak pasien, sehingga sebagai tenaga kesehatan perlu menjaga privasi dan menghormati setiap keputusan pasien agar komunikasi tetap berjalan dengan baik tanpa adanya pemaksaan dalam tindakan. Dan untuk menghindarkan terjadinya hal yang tidak diinginkan, seperti kenyataan adanya luka digenetalia, kondiloma, maka pasien ditanya mengenai keluhan yang dirasakan pada alat kemaluannya dan keadaan alat kemaluannya, hal tersebut untuk mengetahui kondisi alat kemaluan ibu apakah dalam keadaan baik atau tidak serta memberikan konseling agar segera periksa bila ada hal yang ibu keluhkan pada alat kemaluan ibu.
Selama pendampingan peneliti tidak melakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan teori pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan Hb. Ny”I” hanya memeriksa Hb satu kali pada TM I dengan hasil 11,3 gr/dl. Secara teori pemeriksaan Hb hendaknya dilakukan minimal 2 kali yaitu pada TM I dan TM III (Suryati, 2011:176). Ibu tidak melakukan pemeriksaan Hb hal ini disebabkan karena kesibukan ibu kerja dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya dilakukan pemeriksaan Hb. Sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Ny “I”  melakukan pemeriksaan USG 1 kali pada usia kehamilan 36-37 minggu. Secara teori pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan 2 kali yaitu pada TM I dan TM III. Pemeriksaan USG berguna untuk menegakan diagnosa bahwa perempuan tesebut sedang hamil, kehamilannya intrauterin, pemeriksaan USG pada TM III berguna untuk  menegakan diagnosa letak kepala, letak lintang atau letak sungsang (Suryati, 2011). Hal ini terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Hal ini dikarenakan pasien tidak mau melakukan USG karena menganggap kehamiannya normal-normal saja.
2.        Diagnosa
Diagnosa pada kasus GIP0000, 34-35 Minggu, Kesan jalan lahir normal, KU ibu baik.
Janin Tunggal/ Hidup/ Intrauterine/letak kepala
3.    Intervensi
Rencana asuhan yang diberikan sesuai dengan keluhan ibu sering kencing yaitu menjelaskan pada ibu tentang penyebab sering kencing. Berdasarkan teori rencana asuhan kebidanan yang diberikan antara lain lakukan pemeriksaan tensi, pemeriksaan leopold, memberikan konseling ketidaknyamanan yang sering dirasakan oleh ibu hamil pada TM III seperti sering capek, sering kencing, keputihan, kenceng-kenceng (Yuni kusmiati dkk, 2009). Berdasarkan hal tersebut tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus. Hal ini disebabkan peneliti telah memberikan konseling tentang pemenuhan kebutuhan selama kehamilan.
Asuhan yang diberikan pada keluhan ibu sering kencing dikarenakan kandung kemih akibat perubahan vasikuler yang berhubungan dengan hormonal dan volume kandung kemih mengecil akibat terdorong rahim serta presentasi janin (salman dkk.2010). dan memberikan Penjelaskan pada ibu hindari minum kopi atau teh sebagai diuresis (Hani,dkk 2010). Peneliti sudah membaca dan memahami asuhan sering kencing.
5.    Evaluasi
Masalah sering kencing telah diberikan asuhan, masalah sudah teratasi dan kehamilan  tidak terjadi komplikasi.

Read more »

Persalinan


Persalinan
     Menurut Varney (2010), persalinan merupakan rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu yang dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan kelahiran plasenta.

1.         Subjektif
Pada data subjektif didapatkan data bahwa ibu merasa keenceng-kenceng sejak jam 03.00 WIB tanggal 01 Juni 2018 dan ibu datang ke Rumah Sakit pada jam 08.00 WIB dengan keluhan mengeluarkan lendir darah. Tanda tanda persalinan diantaranya kekuatan his semakin sering terjadi dan teratur, adanya pengeluaran lendirbercampur darah, dapat disertai ketuban pecah dan terjadinya perlunakan, pendataran, pembukaan serviks(Manuaba,2010). Ibu mengatakan merasa kenceng-kenceng semakin kuat, berdasarkan teori walaupun his merupakan kontraksi dari otot-otot rahim yang fisiologis. Perasaan nyeri tergantung juga pada ambang nyeri dari penderita, yang ditentukan oleh kondisi jiwanya. Kontraksi bersifat otonom, artinya tidak dipengaruhi oleh kemauan, namun dapat dipengaruhi dari luar, misalnya rangsangan jari-jari tengah (Rohani, 2013: 16). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. His yang dirasakan oleh ibu merupakan his persalinan yang mempercepat turunya kepala dan pembukaan pada serviks.
2.         Objektif
  Pasien datang pada kala I fase laten (pembukaan 3 cm) pada jam 08.00, lama kala 1 fase aktif dari pembukaan 4cm sampai pembukaan lengkap selama 3 jam (15.00 wib) berdasarkan teori lama kala 1 fase aktif 6 jam, total kala 1 untuk persalinan normal primigrafida adalah 14 jam (Sumarah, 2009). hasil  lakmus ketuban belum keluar (akmus negatif). Sesuai dengan fakta dan teori tidak terjadi kesenjangan karena persalinan berjalan lebih cepat dari perkiraan, hal ini membuktikan bahwa lama persalinan tidak bisa diprediksi secara pasti.
Lama kala 1 sampai kala IV 10 jam dari pasien datang ke Rumah Sakit kala I fase Laten sampai dengan 2 jam post partum. Menurut teori lama persalinan pada ibu primigravida kala I lama 12 jam (Manuaba,2010), lama kala II 2 jam (yeyen,2009), lama kala III 30 menit, lama kala IV 2 jam post partum. Dari kala I hingga kala IV tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Hal ini dikarenakan persalinan berjalan lancar dengan kekuatan ibu meneran juga dukungan dari suami, kondisi bayi dan plasenta normal, tidak adanya kelainan pada jalan lahir dan asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan kondisi pasien, seperti menganjurkan ibu miring kiri untuk mempercepat turunnya kepala.
3.         Assessement
GI P0000 39-40 minggu keadaan umum ibu baik. Janin tunggal, hidup intrauterine, letak kepala.
4.         Penatalaksanaan
          Selama asuhan kebidanan kala I dilakukan pemantauan DJJ setiap 30 menit, tekanan darah 1 kali, nadi setiap 30 menit, kontraksi setiap 30 menit dan pemeriksaan dalam dilakukan 1 kali dalam waktu 4 jam, hal ini dilakukan sesuai dengan indikasi melakukan VT yaitu diantaranya ketuban pecah sedangkan bagian terendah janin masih tinggi, kita mengharapkan pembukaan lengkap, bila ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan, pada saat pertama kali masuk kamar bersalin, pada saat ketuban pecah untuk menetukan ada tidaknya prolapus bagian kecil janin atau talipusat, pada primigravida dengan kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk evaluasi kemungkinan adanya CPD. Tekanan darah 4 jam, Suhu 2 jam, Nadi 30-60 menit, DJJ 1 jam (fase laten), 30 menit(fase aktif), His atau kontraksi 1 jam ( fase laten), dan 30 menit (fase aktif), Pembukaan Serviks 4 jam (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Pada pelaksanaan asuhan persalinan normal 60 langkah ( Modul midwifery update,2016 ).
Pada saat bayi lahir, bayi diletakkan di atas perut ibu selama 15 menit, Hal ini disebabkan ibu harus dijahit pada luka episiotomy. Hal tersebut tidak bisa dikatan IMD karena inisiasi menyusu dini seharusnya dilakukan selama 1 jam.  Meletakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit di dada ibu luruskan bahu sehingga dada bayi menempel di dada ibu, usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting susu, menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi (APN  no.32). Bayi tidak diletakkan diatas perut ibu karena ibu saat dilakukan penjahitan luka.
Persalinan pada Ny.“I” terhitung 10 jam dari pasien datang ke Rumah Sakit kala I fase Laten sampai dengan 2 jam post partum. Menurut teori lama persalinan dimulai dari kala I sampai kala IV adalah tidak lebih dari 16 jam 30 menit. Sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus. Hal ini dikarenakan persalinan berjalan lancar dengan kekuatan ibu meneran juga dukungan dari suami, kondisi bayi dan plasenta normal, tidak adanya kelainan pada jalan lahir dan asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan kondisi pasien.

Read more »

Neonatus


Pengertian Neonatus
 Masa neonatal bayi (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik (Marmi,2015).
1.      Subjektif
 Pada kunjungan neonatal, ibu mengatakan bayi sering gumoh setelah menyusu. Secara teori bayi sering meludahkan (gumoh, regurgitasi) sejumlah kecil susu ketika atau setelah menyusu, seringkali disertai dengan sendawa adalah hal yang normal, dan kadang bisa terjadi akibat terlalu cepat minum dan menelan udara, bisa menunjukkan adanya suatu kelainan apabila bayi memuntahkan sejumlah besar susu (Muslihatun, 2010). Dari fakta dan teori tersebut tidak terjadi kesenjangan antara keduanya karena bayi terlalu cepat minum yang mengakibatkan bayi gumoh.
2.      Objektif
            Pemeriksaan umum, khusus/ fisik, antropometri, dan pemeriksaan reflek. Pemeriksaan umun yang dikaji peneliti meliputi pemeriksaan HR, suhu, dan pernafasan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan muka, kepala, mata, leher, dada, punggung, abdomen, anus, ekstremitas. Sedangkan faktanya peneliti tidak melakukan pemeriksaan anus, menurut teori pemeriksaan anus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat atresia ani atau tidak (Barbara R. Stright, 2005), pemeriksaan tersebut tidak peneliti lakukan karena beberapa saat setelah bayi lahir, bayi langsung mengeluarkan meconium. Berdasarkan data diatas tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus karena bayi sudah dipastikan tidak mengalami atresia ani.
3.      Asessement
NCB Usia 8 jam.
4.      Penatalaksanaan
       Asuhan yang diberikan penulis diantaranya Memandikan bayi , mengajari ibu cara menjaga kehangatan tubuh bayi, cara menyendawakan bayi, manfaat kolostrum dan ASI Ekslusif selama 6 bulan, dan memberitahu ibu untuk datang ke puskesmas jika ada keluhan, dan mengajari ibu cara menyendawakan bayi setelah minum ASI, cara menyendawakan bayi, bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, kemudian bahunya di tepuk perlahan-lahan dan bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk berlahan-lahan(Elizabeth 2015). Selama kunjungan neonatal tidak terdapat keluhan apapun pada bayi sehingga tujuan dari penulis tidak adanya tanda-tanda infeksi dan tanda-tanda vital dalam batas normal. 

Read more »

Sistem Birokrasi Keagamaan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Kedatangan agama Islam pada abad ke-7 M ke dunia dianggap sejarawan sebagai pembangun Dunia Baru dengan pemikiran baru, cita-cita baru, kebudayaan serta peradaban baru. Selama empat belas abad semenjak Nabi Muhammad SAW menyebarkan ajaran-ajaran baru dalam bidang teologi monoteistis, bidang kehidupan individu, bidang kehidupan masyarakat, dan kenegaraan , terbentanglah peradaban Islam dari wilayah Spanyol ( dahulu Andalusia) sampai bneteng Cina, dari lembah sungai Wolga di Rusia sampai ke Asia Tenggara.[1]
Islam datang di Indonesia dengan membawa peradaban baru yang memiliki corak keislaman secara khusus. Beberapa bentuk peradaban Islam mewarnai kehidupan dan pemikiran masyarakat Islam Indonesia. Peradaban Islam yang dibawa oleh para mubaligh Islam dari Arab diakulturasikan antara peradaban Islam dan peradaban masyarakat setempat menjadi terpadu yang membawa dampak positif bagi perkembangan budaya Islam di Indonesia.[2]

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat disususn rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa saja peradaban Islam yang berkembang di Indonesia?
C.                Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui peradaban Islam yang berkembang di Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peradaban Islam di Indonesia
Diantara peradaban Islam di Indonesia adalah sebagai berikut :
1)      Sistem Birokrasi Keagamaan.
Oleh karena penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, komunitas Islam bermula diberbagai pelabuhan penting di Sumatera, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga di daerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Banten dan Cirebon, Ternate dan Tidore.[3]
Ibu kota kerajaan selain merupakan pusat politik dan perdagangan, juga merupakan tempat berkumpulpara ulama dan mubaligh Islam. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan Samudera Pasai, Sultan Al-Malik Az-Zahir, dikelilingi oleh ulam dan mubaligh Islam, dan raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja-raja mengangkat para ulam menjadi penasehat dan pejabat di bidang keagamaan.
Keberadaan ulam sebagai penasehat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat di kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Di Demak, penasehat Raden Fatah, raja pertama Demak adalah para wali, terutama Sunan Ampel da Sunan Kalijaga. Bahkan disamping berperan sebagai guru agama dan mubaligh, Sunan Gunung Jati  (Syarif Hidayatullah) juga langsung berperan sebagai kepala pemerintahan.
Birokrasi keagamaan juga berlangsung dibeberapa kerajaan Islam, seperti di Kesultanan Demak di Jawa. Semasa menjadi raja, Sultan Raden Fatah diangkat oleh para walisongo sebagai raja Demak dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan PalembangSayyidin Panatagama. Demikian pula berlaku di Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Sayyidin Panata Agama Khalifatullah ing Tanah Jawi. Sultan Agung bahkan memberlakukan kebijakan perpaduan tahun Jawa Saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah. Hal ini menunjukkan perpaduan akulturasi budaya setempat (Jawa) dengan tradisi hukum Islam yang dituangkan dalam sistem birokrasi keagamaan. Demikian pula yang berlaku di kerajaan lain di Indonesia pada umumnya.
2)       Peran Para Ulama dan Karya-karyanya
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat Islam di Indonesia terletak di pundak para ulama. Paling tidak ada dua cara yang dilakukan yakni : pertama, membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai daerah yang lebih luas. Catra ini dilakukan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren di Jawa, dayah di Aceh, dan surau di Minangkabau. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh. Karya-karya ersebut mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu keagamaan di Indonesia pada masa itu. Pada abad ke-16 dan 17, banyak sekali bermunculan tulisan para cendikiawan Islam di Indonesia. Akan tetapi, perlu juga diketahui ketia tradisi pemikiran Islam mulai terbentuk di kepulauan Indonesia ini, di pusat dunia Islam, bidang pemikiran itu telah mapan. Bahkan disana dikenal dengan masa kebekuan, masa kemunduran pemikiran dalam bidang agama karena digalakkannya taklid. Dunia pemikiran yang berkembang di Indonesia, bagaimanapun, mempunyai akar pada tradisi yang telah berkembang di pusat dunia Islam sebelumnya.
Para tokoh-tokoh ulama yang produktif dalam menulis antara lain:[4]
-          Hamzah Fansuri dari Fansur, karyanya antara lain Asarul Arifin fi Bayan ila Suluk wa at-Tauhid.
-          Syamsudin As-Sumatrani, karyanya : Mir’atul Mu’minin.
-          Nurudin Ar-Raniri dari India, karyanya : Ash-Shirat al Mustaqim.
-          Abdurrauf Singkel dari Kerajaan Aceh.
-          Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, karyanya : Martabat kang pitu.
-          Syaikh Yusuf Al Makassari.
-          Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, karyanya : Sabilul Muhtadin.
-          K.H. Ahmad Rifa’i dari Kalisalak, karyanya : Husnul Muthalib, Jam’ul Masa’il dan lain-lain.
-          Syaikh Nawawi al Bantani dari Banten, karyanya : Nihayatuz Zain, Safinatun Naja, At-Tafsir al Munir dan lain-lain.
-          Syaikh Abdus Shamad Al Falimbani dari Palembang, karyanya: Zad Al Muttaqin fi Tauhid Rabbul ‘alamin, Ratib Abdus Shamad dan lain lain,
-          Syaikh Shaleh Darat dari Semarang, karyanya : Tafsir Faidhur Rahman, kitab Munjiyat dan lain-lain.
-          Syaikh Mahfudz At-Tirmasi dari Termas Pacitan, karyanya : Minhaj Zhawi An-Nazhar dan lain-lain.
-          K.H. Hayim Asy’ari dari pesantren Tebuireng Jombang, karyanya : Risalah Ahlu As-Sunnah wa Al-Jama’ah dan lain-lain.
-          Dan masih banyak ulama lainnya

3)      Corak Bangunan Arsitek
Oleh karenanya perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan Islam di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia Islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain Masjid Kuno Demak, Masjid Agung Banten, dan Masjid Ampel di Surabaya.
Beberapa masjid kuno mengingatkan kita pada seni bangunan candi, menyerupai bangunan meru pada zaman Indonesia Hindu.
Beberapa bangunan arsitektur Islam di Indonesia, memiliki ciri khas tersendiri dengan mengadaptasi budaya sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam arsitek Masjid Kudus dimana menaranya masih mencitrakan bangunan model budaya Jawa Hindu. Arsitektur semacam ini secara jelas memperlihatkan perpaduan antara budaya Hindu dan budaya Islam.
Ciri-ciri model seni bangunan lama yang merupakan peniruan dari seni bangun Hindu-Buddha adalah sebagai berikut :[5]
-          Atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan yang paling atas biasanya mahkota. Atap tumpang ini juga terdapat di Bali pada upacara Ngaben atau relief candi Jawa Timur.
-          Tidak ada menara karenanya pemberitahuan waktu sholat dilakukan dengan memukul bedug. Dari masjid-masjid yang tertua, hanya di Kudus dan Banten yang ada menaranya.
-          Masjid-masjid tua, bahkan masjid yang dibangun di dekat Istana Raja Yogya dan Solo mempunyai letak yang tetap. Dean istana selalu ada lapangan besar dengan pohon beringin kembar, sedangkan masjid selalu terletak di tepi barat lapangan. Di belakang masjid sering terdapat makam-makam. Rangkaian makam dan masjid ini pada hakikatnya adalahkelanjutan dari fungsi candi pada zaman Hindu-Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka dan dapat berhubungan dengan negara lain, maka unsur lama secara berangsur-angsur hilang. Pada masa peralihan ke arah corak baru nasih sering terlihat perpaduan antara keduanya, terutama pada atapnya. Ada juga masjid yang terpengaruh Ottoman Style (Byzantium) seperti tampak pada masjid Istiqlal yang bentuk kubahnya setengah lingkaran ditopang oleh pilar-pilar yang tinggi besar. Kemudian masjid yang menyerupai Taj Mahal India adalah Masjid Syuhada di Yogyakarta.[6]
4)      Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk sejak zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok. Lembaga pesantren dipimpin oleh seorang ulama atau kyai. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mempunyai konstribusi yang sangat besar dalam pembentukan budaya masyarakat Islam di Indonesia.
Dengan berkembangnya pemikiran dalam Islam diawal abad ke-20, persoalan admistrasi dan organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian beberapa kalangan atau organisasi. Kurikulum mulai jelas, belajar untuk memahami, bukan sekedar menghafal, ditekankan, dan pengertian ditumbuhkan.
Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian yang lebih serius. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada madrasah.
Setelah revolusi selesai, usaha untuk mengoordinasi sekolah-sekolah agama dimulai kembali, bukan hanya untuk Jawa dan Sumatera, melainkan seluruh Indonesia. Setelah itu banyak lembaga pendidikan yang didirikan.
Demikianlah beberapa sekolah agama Islam didirikan oleh Departemen Agama. Sementara itu, perguruan tinggi Islam swasta dalam bentuk lainmasih berjalan. Adapun lembaga lembaga pendidikan Islam Swasta antara lain:  Pertama, Pesantren Indonesia klasik. Kedua, Madrasah diniyyah (sekolah agama). Ketiga, madrasah-madrasah swasta, biasanya mata pelajaran dan sistem pengajarannya sama dengan madrasah negeri.
Perguruan tinggi Islam yang khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian Kementrian Agama pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, Fakultas Agama di UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah dan pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka perguruan tinggi baru dengan nama Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dibawah pengawasan Kementrian Agama.
Pada tahun 1960 , didirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang juga berada dibawah naungan Kementrian Agama. Disamping yang dikelola oleh negeri, beberapa perguruan tinggi Islam swasta juga telah banyak berdiri. Bahkan beberapa perguruan tinggi Islam swasta juga memiliki fakultas umum.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Peradaban Islam yang berkembang di Indonesia sangat banyak, antara lain adalah :
1). Sistem Birokrasi keagamaan
Birokrasi keagamaan juga berlangsung dibeberapa kerajaan Islam, seperti di Kesultanan Demak di Jawa. Semasa menjadi raja, Sultan Raden Fatah diangkat oleh para walisongo sebagai raja Demak dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan PalembangSayyidin Panatagama.
            2). Peran Para Ulama dan Karya-karyanya
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Indonesia itu terutama terletak pada peran ulama dan produktifitas menulis mereka.
            3). Corak Bangunan Arsitek
Dalam seni bangun Islam Indonesia, pada garis besarnya mempunyai dua corak yaitu asli dan baru. Pada abad ke-16 agama Islam sudah tersebar luasdi Indonesia, terutama di Jawa dan Sumatera. Kegiatan keagamaan dilakukan di masjid atau mushalla. Model masjidnya juga berbeda dengan bentuk masjid negara Islam lainnya. Mungkin karena berdekatan masa, bentuk masjid di Indonesia pada mulanya banyak dipengaruhi oleh seni bangunan Indonesia-Hindu. Masjid tertua yang memperlihatkan ragam seni bangun seperti itu adalah misalnya Masjid Demak, Cirebon dan Ampel di Surabaya.
            4). Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam semakin berkembang pesat setelah para ulama mengarang kitab-kitab. Pendidikan Islam setahap demi setahap dimajukan. Istilahpesantren yang dulu hanya mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada zaman kolonial, sudah mulai beradaptasi dengan tuntutan zaman. Pesantren juga telah lebih berkembang dengan berdirinya perguruan tinggi Islam.



B.     Saran
Dari pembahasan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sangatlah diperlukan, guna untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas pada masa yang akan datang.




























DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2002. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia,  dalam Manarul Qur’an, Jurnal Ilmiah Studi Islam Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonososbo.

Isror, C. 1957. Sejarah Kesenian Islam II. Jakarta: PT Pembangunan.
Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Yatim, Badri. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta :PT. Raja Grafindo Raya.
           


[1] Prof.Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafiindo Persada, edisi I, 2005, hlm. 1.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah peradapan Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm.408.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam dirasah islamiyah ii,(jakarta,PT Raja grafindo persada.2006) hal 205
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah peradapan Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm.411-416.
[5] Prof.Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafiindo Persada, edisi I, 2005, hlm. 96-97.
[6] C.Isror, Sejarah Kesenian Islam II, (Jakarta: PT Pembangunan, 1957), hlm.139
Read more »

Author

Write admin description here..

Free counters!
ERC.Net TAMBAKBERAS JOMBANG

Subscribe to our Mailing List

We'll never share your Email address.
Copyright © 2013 ca' go' ae wes. Powered by Blogger.
Blogger Template by Bloggertheme9
+6285748831888ramagok@gmail.com